FRB Sepenuhnya Dukung Proses Penyidikan APH Banyuwangi Terkait Kekerasan Sexsual di Singojuruh

Ketua FRB Irfan Hidayat SH.,MH
Banyuwangi News - Adanya beberapa kasus tindak kekerasan seksual yang menimpa anak dibawah umur di lingkungan pendidikan wilayah Kabupaten Banyuwangi, dan juga terkait dengan adanya kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan yang menimpa beberapa santri pada salah satu pondok pesantren di Kecamatan Singojuruh, diduga dilakukan oleh FZ(53) selaku pemilik sekaligus pembina dalam struktural Pondok Pesantren tersebut,membuat Forum Rogojampi Bersatu (FRB) bersuara.
Ketua Forum Rogojampi Bersatu,Irfan Hidayat SH.,MH, pada Rabu (29/6/2022) mengatakan kepada awak media kita akan sepenuhnya mendukung pihak APH,agar kasus kekerasan sexsual yang menimpa anak dibawah umur bisa diselesaikan dengan tuntas,saya juga menyarankan kepada berbagai komponen, masyarakat agar selalu mendukung penuh kinerja pihak APH.
Masih menurut irfan, sesungguhnya ada instrumen hukum yang tidak bisa di abaikan, yakni tindakan pencegahan yang mestinya dilakukan oleh semua satuan pendidikan, dengan menginplementasikan Permendikbud No.82 tahun 2015 Tentang Pencegahan Dan Penangulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Berselang acara penanda-tanganan petisi "stop kekerasan seksual pada anak dibawah umur di Banyuwangi ,yang di gagas oleh ormas Laskar Merah Putih (LMP) Banyuwangi, ditanda-tangani langsung oleh Kapolresta, unsur TNI dan dinas terkait,
Irfan Hidayat selaku ketua FRB dan juga dosen di Untag Banyuwangi menambakan, bahwa yang perlu dilakukan adalah implementasi Permendikbud No.82 tahun 2015, tentang penanggulanngan kekerasan di sekolah, yang tidak boleh diabaikan adalah tugas dari satuan pendidikan untuk melakukan tindakan dan pencegahan, sebagai salah satu instrumen hukum sesuai diatur dalam Permendikbud No.82/2015,"terangnya.
Pencegahan adalah tugas dari setiap sekolah dalam, Permendikbud itu telah mengcover semua satuan pendidikan, baik yang dibawah naungan Dispendik maupun Kemenag, dan setiap sekolah wajib punya Standar Operasional Prosedur (SOP), membentuk tim pencegahan kekerasan di sekolah. Terkait soal pembentukan tim pencegahan di sekolah, bisa berkoordinasi dengan Dispendik, Kemenag dan Dinas sosial. konkritnya, misalnya siswi dipanggil guru, maka tidak diperbolehkan sendiri, harus didampingi saksi dari tim, apalagi Permendikbud itu juga telah masuk dalam rekomendasi regulasi yang disampaikan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), maka ini perlu segera di tindak lanjuti serius," ujar Irfan.
Dikesempatan berbeda, Plt.Kepala Kesbangpol Banyuwangi, M. Lutfi, kepada awak media mengatakan, tentang persoalan kekerasan seksual yang menimpa anak usia sekolah, pihaknya akan melakukan gerakan secepatnya.Kita akan lakukan gerakan segera, terhadap pelaksanaan Permendikbud No.82/2015, kita akan melakukan koordinasi dengan diknas,"singkatnya.
Tidak cukup itu, FRB berencana akan bersurat kepada dinas pendidikan dan lembaga terkait, untuk mengkonfirmasi implementasi Permendikbud itu.
Secara singkat, Permendikbud No.82 Tahun 2015, Bab III Pasal 6, tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan antara lain meliputi, Pelecehan, baik fisik, psikis atau daring, Perundungan, penganiayaan Perkelahian, baik adu kata-kata atau adu tenaga, perpeloncoan, pemerasan, pencabulan, pemerkosaan, tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA).
Pada Bab IV pasal 8, satuan pendidikan harus melakukan tindakan pencegahan kekerasan dengan:
- Menciptakan membangun dan mewujudkan lingkungan yang bebas dari tindak kekerasan.
- Wajib melaporkan kepada orangtua/wali jika menemukan dugaan tindak kekerasan.
- Wajib menyusun, menerapkan dan melakukan sosialisasi Prosedur Operasi Standar (POS) terkait tindak kekerasan.
- Menjalin kerjasama dengan lembaga psikologi, organisasi keagamaan dan pakar pendidikan dalam rangka pencegahan
- Wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala sekolah terdiri dari: Kepala sekolah, perwakilan guru, perwakilan siswa, perwakilan orangtua/wali
- Wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
Isi Permendikbud No.82 Tahun 2015: Penanggulangan Satuan Pendidikan
Pada Bab V pasal 10, satuan pendidikan harus melakukan tindakan penanggulangan kekerasan dengan:
- Wajib memberi pertolongan terhadap korban kekerasan
Wajib melaporkan kepada orangtua/wali setiap tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik.
- Wajib melakukan identifikasi fakta kejadian tindak kekerasan.
- Menindaklanjuti kasus, berkoordinasi dengan pihak terkait dan menjamin hak serta memfasilitasi peserta didik.
- Wajib memberi rehabilitasi dan atau fasilitasi kepada peserta didik.
- Wajib melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dan aparat penegak hukum setempat. (Jo)
Editor :Titus Yohanes
Source : Grawikanews.com